Jam 8 malam saat itu di ruang tempat duduk para penonton sudah hampir terpenuhi, di dalam gedung pertunjukan drama pun akan segera di mulai.
Suara hening dan sepi dari ruang duduk penonton setelah lampu gelap. Pada detikan waktu yang tak lama setelah gelapnya lampu yang ada di ruang penonton dan sepinya yang bersumber dari ruang penonton, tirai depan panggung perlahan-lahan dibukanya pertanda sebuah pertunjukan drama dimulai.
Di tengah panggung pementasan drama, sinar lampu perlahan-lahan menerangi sosok sang pemuda sedang berdiri dengan wajah menatap pada sudut atas sebelah kiri. Dengan sepinya tak bersuara suara, sang pemuda itu masih berdiri penuh dengan tatapan semula.
Seberapa detik kemudian sang pemuda itu berkata :
Aku, Kau Dan Senja
Senja itu kita bertemu
Bibir terdiam terasa kelu
Hanya tatapan saling beradu
Mengisahkan sejoli dilanda rindu
Senja di batas kota
Kita berdua berpagut mesra
Hasrat menggebu ingin bercengkrama
Namun sekatan menjulang nyata
Membuat cinta berujung lara
Biarkan senja menjadi saksi
Saat kita berikrar janji
Meniti hari dengan cinta abadi
Meski fatwa derita datang bertubi
Biarkan senja melukis kenangan
Meski cinta tak dapat dipersatukan
Terlalu banyak perbedaaan
Membentang dengan kepongahan
Karya, Etty Diallova.
Taipei, 17 Februari 2017.
Selesainya sang pemuda itu berkata dan mengekspresikannya, kemudian cahaya lampu dengan perlahan-lahan meredup hingga pada panggung pementasan drama tersebut menjadi gelap bulita.
Tidak begitu lama setelah itu, pada panggung pertunjukan drama berubah menjadi sebuah pemandangan yang terlihat senja pada bagia belakang panggung tersebut. Hanya ada kedua sosok Kakek dan Nenek berdampingan yang berada di samping kanan panggung yang membelakangi para penonton. Keduanya hanya memandangi senja. Terlihat keduanya saling bergenggaman tangan.
Tak ada sekata patahpun diantara keduanya, hanya perlambang kasih sayang pada genggaman kedua tangan.
Hingga jelang terbenamnya sang senja, kedua nenek dan kakek itu kemudian meninggalkan tempat tersebut.
Panggung pementasan drama tersebut setiadanya sepasang Kakek dan Nenek, kemudian kembali redup dan gelap tak ada cahaya penerangan.
Panggung masih gelap, kemudian terdengar suara yang bersumber dari narator :
Dimana tempat itu adalah pilihan tempat bagi sepasang Kakek dan Nenek yang dilakukan dari tahun ke tahun hanya untuk menikmati sisa-sisa senja akan terbenam jelang pergantian waktu siang dan malam.
Selesainya narator itu menyampaikan kata perkata, kemudian panggung pertunjukan itu kembali terang lagi.
Terlihat seorang diri, Nenek yang masih saja datang untuk menikmati walaupun tidak lagi ditemani kakek.
Dengan tetap tegar Nenek memandangi sisa-sisa senja hingga jelang petang tiba.
Dipandanginya senja indah itu oleh nenek dengan wajah yang mengartikan tak ada penyesalan maupun kesedihan menatap senja indah itu.
"Meskipun dirimu saat ini sudah tak disampingku lagi, seperti dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ketahun. Aku, Triatna istrimu sudah merelakan kepergianmu selama-lamanya hingga aku tak bisa melihatmu lagi. Kau, Randy tetap yang selalu kucintai. Senja itu masih indah dipandang seperti saat memandangi senja bersamamu, Randy. Jangan meragukan arti kesetianku, karena aku, Triatna isterimu masih tak bisa melupakanmu. Selamat jalan suamiku, walau kau sudah mendahuluiku tapi cintamu masih membekas di hatiku," ungkapan sang Nenek.
Kembali cahaya mulai perlahan-lahan meredup dan tampak gelap pada panggung pertunjukan itu.
Masih tersuasana hening, kemudian suara sisa-sisa rintik air hujan mulai terdengar, seiring perlahan cahaya lampu yang menerangi pada panggung pementasan itu.
Masih ditempat yang dijadikan sebuah pertemuan sepasang Kakek dan Nenek itu yang tanpa senja lagi.
Hanya terdengar suara-suara orang yang mengatakan dan mengabarkan si Nenek Triatna sudah meninggal dunia di rumah.
Selesai itu, panggung langsung gelap dari cahaya.
Mulai cahaya terang lagi dan pemandangan ditempat yang di jadikan sepasang Kakek dan Nenek itu terlihat hanya senja saja. Di tempat indah itu yang tak lagi dijadikan tempat pertemuan kedua kakek dan nenek.
Ditempat itu sudah tak ada lagi yang memandangi senja maupun saling genggaman tangan kedua insan yang sedang menikmati kasih sayang.
Panggung kembali gelap dari cahaya lampu. Dan narator berkata :
Kisah kasih sayang cinta Kakek dan Nenek yang bertemu di tempat itu kemudian oleh Sanbiwara dibuatkanlah patung Kakek dan Nenek yang persis sedang memandangi senja dengan kedua tangan Kakek dan Nenek saling bergenggaman.
Sanbiwara, sosok pemuda yang ternyata memperhatikan dari kejauhan kedua Kakek dan Nenek sepanjang hidupnya bila sedang berada di tempat itu.
Kini ditempat itu, patung Kakek dan Nenek dengan diberi bentuk tulisan. Ditempat itu sudah dipadati oleh pengunjung yang datang sembari menikmati senja indah.
Selesainya narator berkata kemudian panggung perlahan-lahan diterangi cahaya lampu.
Dengan alunan musik piano mengiringi suasana pada adegan yang ada di panggung itu dan tampak terlihat sepasang kekasih yang sedang berada di dekat kedua patung itu.
"Taman cinta Sanbiwara," kata Andi kepada Ani.
"Sanbiwara itu siapa sih? Kenapa tempat ini di beri nama taman cinta sanbiwara? Trus patung Kakek dan Nenek itu siapa ya? Kenapa Kakek dan Nenek itu memandangi ke arah senja? Trus kenapa kedua tangan kakek dan nenek itu saling bergegaman?" tanya Ani kepada Andi.
"Saya juga tidak tahu, Ani," jawab Andi.
"Kita selfie berdua yuk? Selfie nya bersampingan dengan patung si Kakek dan Nenek itu ya," ajak Ani.
"Selfie terus sih kamu maunya, tangan kita juga bergandengan dong. Masa kita gak romantis sih pacarannya. Tuh liat patung si Kakek dan Nenek aja tangannya pegangan. Masa kita engga sih," kata Andi.
Kumudian, suasana panggung perlahan-lahan redup hingga gelap.
"Andi..... kok selfie nya wajah kamu di jelek - jelekin sih. Ihhh... ayang beb gitu amat sih," teriak Ani.
Dan, pementasan drama pun selesai. Tirai panggung pun tertutup. Nampak para penonton memberikan tepukan tangan dan selesai itu kemudian penonton meninggalkan ruang gedung pementasan drama.
Maaf, cerita ini hanyalah karangan fiktif semata dan apabila ada kesamaan dalam isi cerita baik itu nama, tempat, dalam cerita ini tidak ada maksud unsur apapun.
Suara hening dan sepi dari ruang duduk penonton setelah lampu gelap. Pada detikan waktu yang tak lama setelah gelapnya lampu yang ada di ruang penonton dan sepinya yang bersumber dari ruang penonton, tirai depan panggung perlahan-lahan dibukanya pertanda sebuah pertunjukan drama dimulai.
Di tengah panggung pementasan drama, sinar lampu perlahan-lahan menerangi sosok sang pemuda sedang berdiri dengan wajah menatap pada sudut atas sebelah kiri. Dengan sepinya tak bersuara suara, sang pemuda itu masih berdiri penuh dengan tatapan semula.
Seberapa detik kemudian sang pemuda itu berkata :
Aku, Kau Dan Senja
Senja itu kita bertemu
Bibir terdiam terasa kelu
Hanya tatapan saling beradu
Mengisahkan sejoli dilanda rindu
Senja di batas kota
Kita berdua berpagut mesra
Hasrat menggebu ingin bercengkrama
Namun sekatan menjulang nyata
Membuat cinta berujung lara
Biarkan senja menjadi saksi
Saat kita berikrar janji
Meniti hari dengan cinta abadi
Meski fatwa derita datang bertubi
Biarkan senja melukis kenangan
Meski cinta tak dapat dipersatukan
Terlalu banyak perbedaaan
Membentang dengan kepongahan
Karya, Etty Diallova.
Taipei, 17 Februari 2017.
Selesainya sang pemuda itu berkata dan mengekspresikannya, kemudian cahaya lampu dengan perlahan-lahan meredup hingga pada panggung pementasan drama tersebut menjadi gelap bulita.
Tidak begitu lama setelah itu, pada panggung pertunjukan drama berubah menjadi sebuah pemandangan yang terlihat senja pada bagia belakang panggung tersebut. Hanya ada kedua sosok Kakek dan Nenek berdampingan yang berada di samping kanan panggung yang membelakangi para penonton. Keduanya hanya memandangi senja. Terlihat keduanya saling bergenggaman tangan.
Tak ada sekata patahpun diantara keduanya, hanya perlambang kasih sayang pada genggaman kedua tangan.
Hingga jelang terbenamnya sang senja, kedua nenek dan kakek itu kemudian meninggalkan tempat tersebut.
Panggung pementasan drama tersebut setiadanya sepasang Kakek dan Nenek, kemudian kembali redup dan gelap tak ada cahaya penerangan.
Panggung masih gelap, kemudian terdengar suara yang bersumber dari narator :
Dimana tempat itu adalah pilihan tempat bagi sepasang Kakek dan Nenek yang dilakukan dari tahun ke tahun hanya untuk menikmati sisa-sisa senja akan terbenam jelang pergantian waktu siang dan malam.
Selesainya narator itu menyampaikan kata perkata, kemudian panggung pertunjukan itu kembali terang lagi.
Terlihat seorang diri, Nenek yang masih saja datang untuk menikmati walaupun tidak lagi ditemani kakek.
Dengan tetap tegar Nenek memandangi sisa-sisa senja hingga jelang petang tiba.
Dipandanginya senja indah itu oleh nenek dengan wajah yang mengartikan tak ada penyesalan maupun kesedihan menatap senja indah itu.
"Meskipun dirimu saat ini sudah tak disampingku lagi, seperti dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ketahun. Aku, Triatna istrimu sudah merelakan kepergianmu selama-lamanya hingga aku tak bisa melihatmu lagi. Kau, Randy tetap yang selalu kucintai. Senja itu masih indah dipandang seperti saat memandangi senja bersamamu, Randy. Jangan meragukan arti kesetianku, karena aku, Triatna isterimu masih tak bisa melupakanmu. Selamat jalan suamiku, walau kau sudah mendahuluiku tapi cintamu masih membekas di hatiku," ungkapan sang Nenek.
Kembali cahaya mulai perlahan-lahan meredup dan tampak gelap pada panggung pertunjukan itu.
Masih tersuasana hening, kemudian suara sisa-sisa rintik air hujan mulai terdengar, seiring perlahan cahaya lampu yang menerangi pada panggung pementasan itu.
Masih ditempat yang dijadikan sebuah pertemuan sepasang Kakek dan Nenek itu yang tanpa senja lagi.
Hanya terdengar suara-suara orang yang mengatakan dan mengabarkan si Nenek Triatna sudah meninggal dunia di rumah.
Selesai itu, panggung langsung gelap dari cahaya.
Mulai cahaya terang lagi dan pemandangan ditempat yang di jadikan sepasang Kakek dan Nenek itu terlihat hanya senja saja. Di tempat indah itu yang tak lagi dijadikan tempat pertemuan kedua kakek dan nenek.
Ditempat itu sudah tak ada lagi yang memandangi senja maupun saling genggaman tangan kedua insan yang sedang menikmati kasih sayang.
Panggung kembali gelap dari cahaya lampu. Dan narator berkata :
Kisah kasih sayang cinta Kakek dan Nenek yang bertemu di tempat itu kemudian oleh Sanbiwara dibuatkanlah patung Kakek dan Nenek yang persis sedang memandangi senja dengan kedua tangan Kakek dan Nenek saling bergenggaman.
Sanbiwara, sosok pemuda yang ternyata memperhatikan dari kejauhan kedua Kakek dan Nenek sepanjang hidupnya bila sedang berada di tempat itu.
Kini ditempat itu, patung Kakek dan Nenek dengan diberi bentuk tulisan. Ditempat itu sudah dipadati oleh pengunjung yang datang sembari menikmati senja indah.
Selesainya narator berkata kemudian panggung perlahan-lahan diterangi cahaya lampu.
Dengan alunan musik piano mengiringi suasana pada adegan yang ada di panggung itu dan tampak terlihat sepasang kekasih yang sedang berada di dekat kedua patung itu.
"Taman cinta Sanbiwara," kata Andi kepada Ani.
"Sanbiwara itu siapa sih? Kenapa tempat ini di beri nama taman cinta sanbiwara? Trus patung Kakek dan Nenek itu siapa ya? Kenapa Kakek dan Nenek itu memandangi ke arah senja? Trus kenapa kedua tangan kakek dan nenek itu saling bergegaman?" tanya Ani kepada Andi.
"Saya juga tidak tahu, Ani," jawab Andi.
"Kita selfie berdua yuk? Selfie nya bersampingan dengan patung si Kakek dan Nenek itu ya," ajak Ani.
"Selfie terus sih kamu maunya, tangan kita juga bergandengan dong. Masa kita gak romantis sih pacarannya. Tuh liat patung si Kakek dan Nenek aja tangannya pegangan. Masa kita engga sih," kata Andi.
Kumudian, suasana panggung perlahan-lahan redup hingga gelap.
"Andi..... kok selfie nya wajah kamu di jelek - jelekin sih. Ihhh... ayang beb gitu amat sih," teriak Ani.
Dan, pementasan drama pun selesai. Tirai panggung pun tertutup. Nampak para penonton memberikan tepukan tangan dan selesai itu kemudian penonton meninggalkan ruang gedung pementasan drama.
Maaf, cerita ini hanyalah karangan fiktif semata dan apabila ada kesamaan dalam isi cerita baik itu nama, tempat, dalam cerita ini tidak ada maksud unsur apapun.
No comments:
Post a Comment